👑Mahkotariau.com – Indragiri Hulu, –
PT. INECDA, perusahaan perkebunan kelapa sawit yang berdiri sejak tahun 1990 di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, kini tengah menjadi sorotan publik. Menurut masyarakat setempat, Perusahaan dengan luas areal mencapai 8.600,92 hektare ini beroperasi di sembilan desa, yaitu Desa Tani Makmur, Petalongan, Sibabat, Petala Bumi, Topian Resak, Sungai Limau, Talang Sungai Parit, Talang Tarit, dan Suka Maju. Selasa 9 September 2025.
Sesuai aturan, perusahaan perkebunan wajib menyediakan kebun plasma sebesar 20 persen dari total luas lahan. Artinya, PT. INECDA seharusnya mengalokasikan sekitar 1.720,184 hektare untuk masyarakat tempatan. Namun, hasil investigasi menyebutkan bahwa plasma tersebut hingga kini belum pernah benar-benar diberikan kepada warga. Lahan yang dimaksud justru dikelola oleh tiga koperasi unit desa (KUD) yang diduga dibentuk oleh pihak perusahaan.
Sejumlah warga juga menuturkan bahwa selain plasma, lahan milik masyarakat di luar kewajiban plasma ikut dikelola oleh KUD yang bermitra dengan PT. INECDA. Bahkan, muncul dugaan bahwa sebagian kawasan hutan juga turut digarap oleh perusahaan tersebut.
Menanggapi hal ini, Humas PT. INECDA, Joko, memberikan klarifikasi. Menurutnya, semua areal Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) di dalam Hak Guna Usaha (HGU) PT. INECDA telah memiliki izin resmi, lengkap dengan Surat Keputusan (SK) pelepasan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). “Kepmen LHK Republik Indonesia
No SK : 1064/MENLHK/SETJEN/PLA.2/10/2022
Tentang Persetujuan pelepasan kawasan hutan produksi yg dapat di konversi untuk perkebunan kelapa sawit, atas nama PT. INECDA di kabupaten Indragiri hulu, provinsi Riau seluas +- 1.369 Hektar” ucap Joko.
“PT. INECDA sudah membangun kebun kemitraan plasma untuk masyarakat sekitar sesuai kewajiban, bahkan lebih dari 20 persen. Hanya saja, konversi ke masyarakat belum dilakukan karena masih menunggu waktu sesuai dengan MoU. Sejak akhir 2020, kebun plasma masyarakat dikelola oleh tiga KUD berbadan hukum, yakni KUD PMJS, KUD PJS, dan KUD PSB,” jelas Joko.
Meski begitu, masyarakat tetap mempertanyakan mengapa plasma harus melalui KUD dan kapan lahan tersebut benar-benar dikonversi serta diserahkan kepada masyarakat yang berhak.
Salah seorang kepala desa di kawasan operasi PT. INECDA mengaku tidak mengetahui isi perjanjian (MoU) antara perusahaan dengan KUD maupun batas waktu berakhirnya. “Sebagai kepala desa, saya sama sekali tidak tahu apa isi MoU dengan KUD itu. Sampai kapan berakhirnya juga tidak jelas. Yang kami harapkan, plasma 20 persen dari 8.600,92 hektare itu benar-benar diserahkan kepada masyarakat, bukan hanya dikelola KUD,” ujarnya.
Kini, masyarakat sembilan desa yang berada di sekitar perkebunan PT. INECDA menanti kepastian. Mereka berharap hak plasma 20 persen segera diberikan agar dapat meningkatkan kesejahteraan warga tempatan sesuai dengan amanat regulasi.