👑Mahkotariau.com- INHU, RIAU — Bau anyir dugaan korupsi kembali menyeruak dari tubuh lembaga keuangan milik daerah. Kali ini, sorotan publik tertuju pada Perumda Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Indra Arta di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau.
Kasus yang menyeret jajaran internal BPR tersebut kini berkembang ke arah yang lebih serius, setelah penyidik menemukan jejak dugaan keterlibatan dua politisi DPRD Riau.
Kedua nama yang disebut berasal dari Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu diketahui pernah duduk sebagai anggota DPRD Inhu periode 2014–2019, dan kini menjabat di kursi DPRD Riau.
Mereka disebut masuk dalam daftar debitur istimewa, yaitu penerima pinjaman tanpa agunan sah dan tanpa melalui proses survei lapangan.
“Pemberian kredit dilakukan di luar prosedur. Ada pinjaman atas nama orang lain, agunan berbeda nama, hingga agunan tanpa hak tanggungan. Bahkan ada pencairan pinjaman tanpa survei sama sekali,” ungkap Plt. Kajati Riau Dedie Tri Haryadi, Kamis (2/10/2025).
Sementara itu, Kejari Inhu telah menetapkan sembilan tersangka utama, mulai dari direktur, pejabat kredit, hingga teller dan sejumlah debitur bermasalah. Namun, muncul desakan agar penyidik juga menindaklanjuti nama-nama lain yang disebut memiliki pengaruh politik.
Menanggapi perkembangan tersebut, Aliansi Gerakan Masyarakat Mahasiswa Pemantau Riau (GEMMPAR) menilai Kejari Inhu harus bersikap terbuka dalam menangani kasus ini.
Menurut Erlangga, koordinator GEMMPAR, lambannya penanganan kasus dapat menimbulkan spekulasi liar di masyarakat.
“Jika Kejari Inhu tidak mampu menuntaskan perkara ini, sebaiknya dilimpahkan ke Kejati Riau atau bahkan Kejaksaan Agung RI. Karena yang terlibat bukan pejabat daerah biasa, melainkan anggota DPRD Riau yang punya posisi politik di tingkat provinsi,” tegasnya, Rabu (15/10/2025).
Erlangga juga menyoroti turunnya kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum akibat dugaan adanya “lobi-lobi kasus” atau praktik 86 di balik proses hukum.
“Kejaksaan harus transparan dan segera mengumumkan perkembangan penyidikan ke publik, agar masyarakat tidak curiga ada permainan di balik penanganan kasus ini,” tambahnya.
Sebagai bentuk tekanan moral, Aliansi GEMMPAR akan melayangkan surat resmi ke Kejati Riau dan Kejagung RI jika dalam waktu tiga kali 24 jam belum ada kejelasan atas penanganan kasus tersebut.
Apabila tidak ada respons, mereka mengancam akan menggelar aksi unjuk rasa untuk menuntut transparansi dan penegakan hukum tanpa pandang bulu.**